Sultan Mahmud Badaruddin II adalah pemimpin kesultanan
Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa
pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803).
Sultan berperan besar dalam mempertahankan wilaya Palembang dari jerat
kekuasaan kolonial. Melalui perjuangan panjang dalam membebaskan tanah
Palembang dari tangan Belanda, namun akhirnya pada tanggal 25 Juni 1821
Palembang jatuh ke tangan Belanda.
Pada Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan mahmud
badarudin II beserta keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia.
Dari Batavia sultan mahmud badarudin II dan keluarganya diasingkan ke Ternate
oleh belanda dan sampai akhir hayatnya 26 September 1852.
SK Presiden RI No 063/TK/1984 menganugerahi gelar Pahlawan
Nasional kepada Sultan Mahmud Badaruddin II.
Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di
Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan
10.000 rupiah yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober
2005.
Pakaian yang dipergunakan di
lingkungan Kesultanan Palembang Darussalam disesuaikan dengan tugas dan jabatan
yang diberikan oleh Sultan Palembang Darussalam.
Dahulu orang akan merasa malu
apabila memakai pakaian yang tidak sesuai dengan tugas dan jabatannya karena
budaya malu masih kuat. Namun pada saat ini, budaya malu mulai luntur dan
menghilang. Termasuk penggunaan Penggangon (alat, peralatan pakian pengantin,
perkawinan) tidak sembarang orang diperbolehkan untuk memakainya. Sekarang
sudah banyak yang asal pakai dan tidak mengetahui adat (tambeng).
Pakaian Kesultanan Palembang
Darussalam bagian depan bermotif Rebung (Dasar Hitam) dengan tanda sebagai
berikut :
-
Rebung Sembilan dipakai Sultan Palembang Darussalam
-
Rebung Delapan dipakai Pangeran Ratu
-
Rebung Tujuh dipakai Para Pangeran
-
Rebung Lima dipakai Para Temenggung
-
Rebung Tiga dipakai Para Rangga
Senjata-senjata
tradisional ini pernah dipakai pada masa Kesultanan Palembang Darussalam untuk
pertahanan diri dari serangan musuh.
Terdapat
bermacam-macam jenis senjata yang di gunakan sebagai pertahanan diri maupun
menunjukan kelas sosial mereka dalam masyarakat
Sebenarnya
banyak janis senjata tradisional di wilaya Palembang seperti Tombak, Kris
Palembang, dan beberapa jenis Pedang di sana. Di wilaya palembang juga di kenal
senjata Tombak Trisula maupun senjata tradisonal lainnya bernama Skin.
Jika dicermati, senjata-senjata
tersebut merupakan bentuk dari akulturasi budaya-budaya besar saat itu.
Misalnya, kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India, dan kebudayaan Arab.
Akulturasi tersebut merupakan bukti tingginya peradaban anak negeri yang mampu
menyerap berbagai budaya dan menyatukannya dalam sebuah budaya berbeda dari
aslinya.
Meriam
pertama diketahui dibuat oleh Ctesibius dari Alexandria pada abad ke-3 SM.
Hanya sedikit informasi yang diketahui mengenai temuan primitif ini,
dikarenakan sebagian besar karya Ctesibius hilang.
Meriam
Merupak senjata perang Populer pada masa kolonial terutama untuk mengekspansi
dunia timur. Meriam yang terdapat di wilaya Palembang ini peninggalan dari
Belanda.
Dalam
catatan sejarah meriam digunakan peperang di wilaya Palembang terutama untuk
merobohkan pertahanan Benteng Kuoto Besak, seperti pada tahun 1819 pasukan
Belnda menghujani peluru di benteng namun tidak berdampak bagi kekokohan
struktur bangunan Benteng, dan memaksa Belanda untuk mundur setelah Perdamaian
di tolak Sultan Mahmud Badaruddin II.
Meriam
yang ada juga merupakan peninggalan Belanda setelah menaklukan Palembang dan
menjadi senjata pertahanan Belanda di wilaya Palembang.
0 komentar:
Posting Komentar