10/05/13

Prasasti Talang Tuo


Jatuhnya Funan dengan armadanya yang kuat dan cabang-cabang perdagangannya membuka jalan bagi bangitnya kerajaan maritime di ujung barat Indonesia. Bukti sejarah kerajaan tertua kerajaan Sriwijaya berasal dari abad ke 7 berupa kepingan, kekosongan yang sangat menyusahkan dan gambaran yang diberikan tidak jelas ( Hall :40 ).

Sumatra Selatan memasuki panggung sejarah sejak munculnya kerajaan Sriwijaya kira-kira pada abad ke VII Masehi. Kepastian munculnya kerajaan itu ditandai oleh beberapa inskripsi, sejumlah arca-arca batu dan perunggu serta keterangan-keterangan dalam sejumlah kronik Cina. Sejak kira-kira tahun 650-an itulah sebuah kekuatan politik telah menguasai beberapa tempat khususnya di wilayah Indonesia bagian barat ( Marwati Djoened 2008 :67 )


Menurut Profesor Coedes dalam kajian rintisannya tentang Sriwijaya pada tahun 1918  ( Wolters 2011 :5 ) :

Sriwijaya hanya meninggalkan sedikit peninggalan arkeologi dan epigrafi, mungkin karena raja-raja negeri tersebut sibuk mengurusi perdagangan ketimbang membangun kuil-kuil atau menulis kata-kata pujian.

Hal itulah yang menyebabkan sulitnya mencari peninggalan Sriwijaya untuk menulusuri jejak-jejak peninggalan Sriwijaya. Salah satu peninggalan Sriwijaya adalah Prasati Talang Tuo. Prasasti Talang Tuo ditemukan pada tahun 1920 oleh residen Palembang keturunan Belanda bernama L.C Westenenk. Penguraian awalnya dilakukan oleh Dr. Fdk Bosch dan Dr. Ph. S Ronkel pada tahun 1924 dalam majalah Acta Orientalia, namun G. Coedes dalam bulletin d’Ecole Francalse Dextreme (Beteo) mengkritisinya. Teks prasasti ini berjunlah 14 baris dan dipahat diatas batu pasir ( Pemkot Palembang 2007:20 ).

Prasasti Talang Tuo berangka 606 S atau 23 Maret 1684 M. Isinya antara lain tentang pembuatan taman Sriksetra atas perintah Punta Hyang Sri Jayanasa, untuk kemakmuran semua makhluk. Di samping itu, ada juga doa dan harapan yang jelas menunjukkan sifat agama Budha ( Marwati Djoened 2008: 74 ).




Terjemahan dari prasasti tersebut adalah (http://ssbelajar.blogspot.com/2012/05/isi-prasasti-talang-tuo.html) :

(1) selamat tahun Saka, telah berjalan 606 pada tanggal dua paruhterang bulan Caitra. Itulah saatnya Kebun Sriksetra ini dibuat
(2) (dari) perintah yang Dipertuan Hyang Sri Jayanaga. Ini merupakan kaulnya yang Dipertuan Hyang. Segala yang tertanam di sini: kelapa, pinang, enau, sagu
(3) dengan jenis kayu dimakan buahnya; begitu pula bambu, buluh betung, dan lain-lainnya; dan lagi kebun yang lain,
(4) yang ada empang dan telaganya, dan segala yang boleh dipakai untuk melakukan sekalian kebaikan, diperuntukkan bagi kemakmuran segala makhluk, yang berjalan atau yang tak tidak berjalan, supaya mereka mendapat
(5) kesukaan; dan bila lapar di masa diam atau di dalam perjalanan (supaya) mendapatkan makanan dengan air yang diminumnya (supaya) segala hasil ladang dan cukup
(6) pula menghidupi segala jenia hewan, terutama agar (hewan ini) menjadi banyak. Dan janganlah mereka diberi rintangan , aniaya, atau gangguan tidur. Barang siapa yang
(7) segala perbuatannya, apa pun juga, senantiasa menurut (maksud maksud di atas) maka tidak dikenai penyakitlah ia, tidak rusak apa yang akan dikerjakannya, begitu juga sekalian keluarganya

Rangkaian kalimat pada prasasti tersebut menyatakan bahwa Raja Sriwijaya, Sang Hyang Sri Jayanaga, telah berjasa mendirikan Taman Sriksetra, sebuah taman yang ditumbuhi berbagai macam buah-buah dan hasil ladang lainnya. Taman ini diperuntukkan bagi masyarakat Sriwijaya. Prasasti Talang Tuo ini juga berisikan peraturan-peraturan (hukum) yang diberlakukan oleh Raja Jayanaga.

Sumber :
Hall, D. G. E. Sejarah Asia Tenggara. London : University London Press
Poesponegoro & Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta : Balai Pustaka.
Pemkot Palembang. 2007. Buku Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Palembang ; PT. Musi Pesona Persada.
 Wolters, O. W. 2011. Kemaharajaan Maritim Sriwijaya dan Perniagaan Dunia Abad ke III sampai abad ke VII. Depok : Komunitas Bambu

05/05/13

Koleksi Museum Bag.II


Sultan Mahmud Badaruddin II adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803).
Sultan berperan besar dalam mempertahankan wilaya Palembang dari jerat kekuasaan kolonial. Melalui perjuangan panjang dalam membebaskan tanah Palembang dari tangan Belanda, namun akhirnya pada tanggal 25 Juni 1821 Palembang jatuh ke tangan Belanda.
Pada Tanggal 13 Juli 1821, menjelang tengah malam, Sultan mahmud badarudin II beserta keluarganya menaiki kapal Dageraad dengan tujuan Batavia. Dari Batavia sultan mahmud badarudin II dan keluarganya diasingkan ke Ternate oleh belanda dan sampai akhir hayatnya 26 September 1852.
SK Presiden RI No 063/TK/1984 menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Mahmud Badaruddin II.
Namanya kini diabadikan sebagai nama bandara internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II dan Mata uang rupiah pecahan 10.000 rupiah yang dikeluarkan oleh bank Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2005.


Pakaian yang dipergunakan di lingkungan Kesultanan Palembang Darussalam disesuaikan dengan tugas dan jabatan yang diberikan oleh Sultan Palembang Darussalam.
Dahulu orang akan merasa malu apabila memakai pakaian yang tidak sesuai dengan tugas dan jabatannya karena budaya malu masih kuat. Namun pada saat ini, budaya malu mulai luntur dan menghilang. Termasuk penggunaan Penggangon (alat, peralatan pakian pengantin, perkawinan) tidak sembarang orang diperbolehkan untuk memakainya. Sekarang sudah banyak yang asal pakai dan tidak mengetahui adat (tambeng).
Pakaian Kesultanan Palembang Darussalam bagian depan bermotif Rebung (Dasar Hitam) dengan tanda sebagai berikut :
-          Rebung Sembilan dipakai Sultan Palembang Darussalam
-          Rebung Delapan dipakai Pangeran Ratu
-          Rebung Tujuh dipakai Para Pangeran
-          Rebung Lima dipakai Para Temenggung
-          Rebung Tiga dipakai Para Rangga



Senjata-senjata tradisional ini pernah dipakai pada masa Kesultanan Palembang Darussalam untuk pertahanan diri dari serangan musuh.
Terdapat bermacam-macam jenis senjata yang di gunakan sebagai pertahanan diri maupun menunjukan kelas sosial mereka dalam masyarakat
Sebenarnya banyak janis senjata tradisional di wilaya Palembang seperti Tombak, Kris Palembang, dan beberapa jenis Pedang di sana. Di wilaya palembang juga di kenal senjata Tombak Trisula maupun senjata tradisonal lainnya bernama Skin.
Jika dicermati, senjata-senjata tersebut merupakan bentuk dari akulturasi budaya-budaya besar saat itu. Misalnya, kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India, dan kebudayaan Arab. Akulturasi tersebut merupakan bukti tingginya peradaban anak negeri yang mampu menyerap berbagai budaya dan menyatukannya dalam sebuah budaya berbeda dari aslinya.



Meriam pertama diketahui dibuat oleh Ctesibius dari Alexandria pada abad ke-3 SM. Hanya sedikit informasi yang diketahui mengenai temuan primitif ini, dikarenakan sebagian besar karya Ctesibius hilang.
Meriam Merupak senjata perang Populer pada masa kolonial terutama untuk mengekspansi dunia timur. Meriam yang terdapat di wilaya Palembang ini peninggalan dari Belanda.
Dalam catatan sejarah meriam digunakan peperang di wilaya Palembang terutama untuk merobohkan pertahanan Benteng Kuoto Besak, seperti pada tahun 1819 pasukan Belnda menghujani peluru di benteng namun tidak berdampak bagi kekokohan struktur bangunan Benteng, dan memaksa Belanda untuk mundur setelah Perdamaian di tolak Sultan Mahmud Badaruddin II.
Meriam yang ada juga merupakan peninggalan Belanda setelah menaklukan Palembang dan menjadi senjata pertahanan Belanda di wilaya Palembang.


04/04/13

Museum Sultan Mahmud Badaruddin II

Oke readers Museum Dihatiku, untuk postingan pertama kita kali ini kita bakalan membahas tentang sejarah dari Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Check this out ^^

Museum ini terletak di kawasan Benteng Kuto Besak, di tepi Sungai Musi. bangunan megah ini berukuran panjang 32 Meter, lebar 22 meter dan tinggi 17 meter, berasitektur Eropa di bangun oleh Pemerintah colonial mulai dari tahun 1823 dan selesai pada tahun 1825. sebelumnya merupakan lokasi benteng Kuto lamo yang sering juga disebut dengan Kuto Tengkuruk atau Kuto Batu, dimana di bagian dalamnya berdiri keraton Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikromo atau Sultan Mahmud Badaruddin I pada tahun 1724 sampai dengan 1758. kemudian pada tahun 1821 keraton ini mendapat serangan dari Pemerintahan Hindian Belanda yang kemudian di bongkar habis pada 7 oktober 1823 atas perintah Komisaris Belanda J.L. Van Seven Hoven. penghancuran ini tentunya tidak semata-mata dilatarbelakangi oleh kepentingan untuk mendirikan bangunan Eropa tetapi lebih dari itu dengan dihasilkannya bangunan keraton di harapkan kesan Monumental dan ikatan emosional antara pemimpin dan diasingkan dengan rakyatnta segera terputus. pemerintah kolonial juga berkeinginan membalas dendam atas di bakarnya Loji Sungai Aur oleh Sultan Mahmud Badaruddin II pada tahun 1811. bangunan ini selesai di didirikan kembali pada tahun 1825 dan selanjutnya di jadikan sebagai komisariat Pemerintah Hindia Belanda untuk Sumatera bagian Selatan sekaligus sebagai kantor Residen.
seiring dengan berjalannya waktu dan dinamika sejarah yang terjadi di Kota Palembang, fungsi bangunan ini telah silih berganti mulai dari markas Jepang pada masa pendudukan, Territorial II Kodam Sriwijaya di awal kemerdekaan, berpindah pengelola ke Pemerintah Kota Palembang sampai pada akhirnya menjadi Museum.
di dalam Museum ini pengunjung dapat melihat-lihat peninggalan-peninggaln bersejarah dan adat istiadat kota Palembang. Di Museum, sekitar 600 koleksi bisa dilihat pengunjung. Antara lain prasasti, koleksi uang kuno, senjata, koleksi kain tradisional Palembang, hingga peralatan di masa Kerajaan Sriwijaya.

berikut gambar Museum Sultan Mahmud Badaruddin II dari zaman dulu sampai sekarang, dan beberapa koleksi yang ada di sana. 

Oke itu tadi postingan pertama dari author,, sampa jumpa di postingan berikutnya.
Selamat membaca dan semoga bermanfaat :)
 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Andri Pradinata - Copy Blogger Themes | Catatan Sejarawan Muda